Pada dasarnya manusia itu tidak mungkin dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan manusia lain untuk berinteraksi demi memenuhi kebutuhan hidupnya, baik pada segi-segi fisiologi, psikologi, maupun sosiologi. Dengan demikian, disebabkan adanya kebutuhan untuk bergaul dengan manusia lain itulah, terjadilah dinamika sosial. Gilirannya, tercipta kelompok-kelompok sosial yang masing-masing di antaranya memiliki kepentingan dan kebutuhan yang berbeda-beda. Tentu saja buntutnya, tumbuh persaingan, lahir kompetisi, saling adu strategi, bahkan pada akhirnya muncul pula sikap-sikap saling mendominasi atau saling menguasai di antara kelompok-kelompok masyarakat itu sendiri.
Sebenarnya mencermati sistem kemasyarakatan yang ada di sekitar kita, bak menonton film mafia yang menonjolkan potret perilaku jahat manusia, atau membaca novel tentang sikap hitam putih manusia, atau pun mendengarkan kisah-kisah drama yang menceritakan soal keindahan cinta, kesucian jiwa seorang rohaniwan, dan lain sebagainya. Dan memang, disadari atau tidak kita sadari, kisah-kisah tersebut pada dasarnya adalah refleksi dari perilaku-perilaku manusia sebagai keniscayaan yang terjadi apa adanya. Dari kisah-kisah tersebut seharusnya dapat menjadi cermin sekaligus menyadarkan diri kita, betapa sangat kompleksnya perilaku manusia itu, sehingga seolah membenarkan pendapat kalangan filosof bahwasanya semakin dalam kita membahas dimensi manusia, semakin banyak pertanyaan yang timbul. Terasa betapa bodohnya sosok manusia itu!
Bila direnungkan, kompleksitas masalah manusia tersebut sebenarnya adalah sebuah rahmat. Hal itu merupakan ladang persemaian untuk dijadikan peluang meraih sukses bagi manusia yang cerdik. Bagi kalangan pakar psikologi, pakar manajemen, pakar komunikasi, situasi itu seolah medan berlomba untuk berebut kebenaran melalui metode-metode pendekatan terhadap permasalahan manusia yang mereka tawarkan. Maka, dinamika kehidupan manusia pun menjadi hidup dan bergairah. Para analis maupun kalangan konsultan, semakin dibanjiri klien yang membutuhkan diagnosis dan terapi. Dalam keadaan yang demikian itu, takaran-takaran atau ukuran-ukuran tentang apa yang disebut dengan kesuksesan memang menjadi kian bias, jika tidak disebut semakin kabur. Sebab tidak ada standar penilaian yang baku. Semuanya dikembalikan kepada ukuran penilaian masing-masing pribadi manusia sesuai keyakinan dan kepentingannya.
Kini, sebagai pemilik kehidupan manusia memiliki agenda tentang bagaimana mengelola dirinya sendiri agar dapat meraih sukses. Terlepas mengenai makna seperti apa yang dimaksudkan dengan hidup sukses. Sebab orang dapat saja menafsirkan, dan pendapat ini paling banyak peminatnya, adalah sebuah kesuksesan ketika manusia itu sudah memiliki kekayaan, popularitas, serta jabatan yang tinggi. Atau, ada pula orang yang meyakini bahwasanya kesuksesan hidup itu dapat diraih bilamana manusia itu telah memasuki alam kehidupan yang tenang, dinamis, dan tidak direcoki dengan persoalan hidup macam-macam, meski secara faktual tidak dapat disebut sebagai orang kaya, orang top, dan seterusnya.
1. Etika Watak versus Etika Kepribadian
Seperti sering disebut dalam kitab suci agama-agama yang ada, dalam sistem kehidupan ini selalu berpasang-pasangan. Ada pria dan wanita, siang dan malam, dan ada pula kebaikan disamping keburukan/ kekejaman dunia. Memperbincangan kebaikan-kebaikan dunia terhadap kita, sudah tentu tak ada buku yang cukup untuk mencatatnya. Karena sejak kita dilahirkan di dunia ini, bahkan sebelum kelahiran itu terjadi, manusia sudah merasakan kebaikan-kebaikan itu. Dan kebaikan yang paling patut untuk disyukuri adalah kenikmatan memiliki jiwa yang waras, sehingga otak kita dapat berfungsi optimal untuk memikirkan segala kebutuhan manusia serta bagaimana memenuhinya. Bagaimana seandainya pikiran kita tidak waras?
Menurut sebuah riset di Jakarta menjelang akhir tahun 1900-an, menyimpulkan bahwa pada setiap 100 orang penduduk ibu kota itu 10 hingga 15 orang di antaranya mengidap penyakit jiwa stadium rendah/ringan, seperti psikosomatik. Terlepas dari validitas hasil penelitian tersebut, agaknya kita diingatkan kembali pada ramalan Syekh Ali Syamsu Zen, atau yang lebih populer dikenal sebagai pujangga Ronggowarsito tentang adanya masa yang disebut dengan jaman edan (zaman gila). Selengkapnya ramalan itu berbunyi kurang lebih sebagai berikut: “Jamane jaman edan, sing ora edan ora keduman. Lamun bejo-bejane wong kang lali, isih bejo wong kang eling lan waspodo” (Artinya: Zamannya zaman yang sudah gila, yang tidak gila tidak mendapatkan bagian. Tapi, seuntung-untungnya orang yang lupa, masih beruntung orang yang ingat dan waspada, Pen.).
Mencermati bunyi ramalan tersebut, selanjutnya memperhatikan berbagai perilaku sosial yang terjadi disekitar kita, tampaknya memiliki kegayutan. Betapa tidak, demi meraih jabatan, peningkatan karir, pekerjaan, atau apa pun yang dibutuhkan, kita dapat melakukan apa saja. Perilaku kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN), sudah diyakini bukan lagi barang haram yang wajib dihindari. Bahkan secara ekstrem, orang tidak malu lagi mengatakan: “Bagaimana mungkin mendapatkan yang halal, bilamana untuk mencari yang haram saja sulit”
Premis semacam itu secara kejiwaan dapat menumbuhkan pembenaran. Dengan kata lain membentuk perilaku permisif, oleh karena sikap-sikap immoral semacam itu sudah menjadi gejala dan dianggap perilaku yang wajar. Sebab perilaku yang lurus dan jujur justru diprediksikan bakal berujung pada kerugian-kerugian.
Menurut hasil riset Dr. Stephen R. Covey, untuk tujuan pencapaian target-target yang ditetapkan, selama kurun waktu 150 tahun permulaan kemerdekaan bangsanya (Amerika, Pen.), ternyata etika watak (kualitas batin serta disiplin diri) lebih diutamakan daripada pengembangan kepribadian. Yang ditonjolkan di dalamnya adalah sifat-sifat seperti: kesederhaan, ketulusan, kerendahan hati, keberanian, integritas, kejujuran, kerajinan, dan hidup hemat.
Etika watak mengajarkan bahwa hidup efektif berdasarkan prinsip-prinsip yang benar, kesuksesan sejati, serta kebahagiaan yang langgeng, hanya bisa diperoleh apabila prinsip-prinsip tersebut dijadikan bagian dari watak kita. Sedangkan etika kepribadian mengajarkan bahwa sukses adalah sekedar fungsi dari citra popularitas kita di masyarakat, fungsi sikap dan perilaku ita, dan fungsi ketrampilan menerapkan rumus-rumus tertentu yang bisa memperlancar proses interaksi antar-manusia. Pendekatan berdasarkan etika kepribadian itu lalu sering disalahgunakan untuk menguasai, atau bahkan menipu orang lain, dengan menganjurkan penggunaan teknik-teknik agar diri kita disukai orang. Misalnya, dengan pura-pura tertarik terhadap hobi seseorang agar bisa mendapatkan apa yang kita inginkan, atau bahkan dengan gertakan dan ancaman untuk menakut-nakuti. Bersambung...............
Selasa, 25 Oktober 2011
sejarah kesetaraan gender
Kita Bangsa Indonesia, selalu memperingati Hari Ibu pada tanggal 22 Desember. Di Hari Ibu, kita biasanya menyiapkan berbagai macam hal untuk mewujudkan rasa sayang dan hormat kita pada seorang ibu. Ada yang memberi hadiah kado pada ibu, membuat puisi untuk ibu, dan bahkan memanjakan seorang ibu dengan tidak membiarkannya melakukan pekerjaan-pekerjaan domestik untuk satu hari itu. Tapi, apa sebenarnya Hari Ibu?
Sejarah Hari Ibu
Sesuatu yang unik ketika kita mengetahui bahwa Hari Ibu ternyata tidak diperingati diwaktu yang sama di seluruh dunia. Kebanyakan negara (terutama Barat) memperingati Hari Ibu pada Bulan Mei minggu pertama atau kedua. Sedangkan di Indonesia, Hari Ibu selalu diperingati pada tanggal 22 Desember. Yang menarik, setiap negara memiliki sejarahnya masing-masing dibalik penetapan waktu Hari Ibu. Di Amerika, Hari Ibu diperingati untuk mengenang salah seorang aktivis perempuan bernama Julia Ward Howe yang memperjuangkan hak pilih untuk kaum perempuan di Amerika. Di Iran, Hari Ibu diperingati untuk mengenang putri kesayangan Nabi Muhammad SAW, Fatimah Az-Zahra. Dan di Indonesia, Hari Ibu berkaitan erat dengan sejarah perjuangan kaum wanita Indonesia pada jaman sebelum kemerdekaan.
Sejarah Hari Ibu di Indonesia berhubungan dengan Sumpah Pemuda yang digelar pada 28 Oktober 1928. Semangat Sumpah Pemuda yang menggelorakan rasa kebangsaan itu juga menginspirasi para kaum wanita. Maka, diadakanlah kongres wanita pertama di Yogyakarta, 22-25 Desember 1928 dan diikuti oleh 30 organisasi wanita di Jawa dan Sumatera. Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap adalah persatuan perempuan Nusantara; pelibatan perempuan dalam perjuangan mendirikan kemerdekaan; pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa; perdagangan anak-anak dan kaum perempuan; perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita; pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya (http://wikipedia.or.id).
Pada tahun 1938, diadakan Kongres Perempuan Indonesia III di Bandung dan ditetapkanlah tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu. Kemudian, pada tahun 1959, Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden no. 316 tahun 1959 mengukuhkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu yang merupakan Hari Nasional dan bukan hari libur.
Misi diperingatinya Hari Ibu pada awalnya lebih untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini. Dari situ pula tercermin semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja bersama. Di Solo, misalnya, 25 tahun Hari Ibu dirayakan dengan membuat pasar amal yang hasilnya untuk membiayai Yayasan Kesejahteraan Buruh Wanita dan beasiswa untuk anak-anak perempuan. Pada waktu itu panitia Hari Ibu di Solo juga mengadakan rapat umum yang mengeluarkan resolusi meminta pemerintah melakukan pengendalian harga, khususnya bahan-bahan makanan pokok. Pada tahun 1950-an, peringatan Hari Ibu mengambil bentuk pawai dan rapat umum yang menyuarakan kepentingan kaum perempuan secara langsung (http://wikipedia.or.id).
Isu Gender di Hari Ibu
Pada dasarnya, persoalan gender hanya meliputi dua persoalan pokok, yaitu persoalan relasi antara laki-laki dan perempuan dan perbedaan posisi antara laki-laki dan perempuan. Dari Sejarah Hari Ibu, kaum perempuan memperjuangkan keseimbangan posisi antara kaum laki-laki dan perempuan dalam mendirikan kemerdekaan Indonesia dan pembangunan bangsa. Argumennya adalah persoalan mendirikan kemerdekaan dan membangun bangsa tak hanya urusan kaum laki-laki semata, namun juga menjadi tugas perempuan sebagai bagian dari sebuah bangsa.
Sungguh menarik mencermati bagaimana kesadaran ikut serta dalam mendirikan kemerdekaan dan membangun bangsa telah muncul dipikiran kaum perempuan pada saat itu. Pelibatan perempuan dalam perjuangan mendirikan kemerdekaan dan pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa menjadi dua diantara beberapa isu yang dibahas pada kongres wanita pertama. Isu ini menjadi sangat penting ditengah-tengah “pikiran bawah sadar” masyarakat (termasuk kaum perempuan sendiri) bahwa tugas agung mendirikan kemerdekaan dan membangun bangsa terlalu berat untuk perempuan yang “lemah.” Meskipun sebelumnya telah banyak dari kaum perempuan yang membuktikan kekuatan mereka, seperti Martha Tiahahu, Cut Nyak Dien, Rasuna Said, Rahmah El Yunusiah, dan lain sebagainya. Mereka membuktikan bahwa mereka punya kekuatan untuk melakukan perubahan, tidak hanya sekedar menjadi perhiasan.
Tentu sebuah langkah yang sangat maju ketika kesadaran gender telah muncul dikalangan kaum perempuan sejak sebelum tahun 1928. Meskipun penulis tak yakin pada kongres wanita itu kata-kata gender mereka sebut-sebut, bahkan mungkin tak mengetahui adanya istilah itu. Namun, perjuangan yang berangkat dari kesadaran gender yang mereka lakukan adalah perjuangan atas kebenaran-kebenaran universal yang sebenarnya selalu dapat diterima oleh pikiran-pikiran yang terbuka.
Berkat perjuangan yang terus menerus dari masa ke masa, perjuangan kesetaraan gender mulai menunjukkan hasilnya. Saat ini, tentu sudah bukan jamannya lagi melakukan diskriminasi kepada perempuan dan melarang mereka untuk ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan serta aktivitas. Sebagai warga negara, perempuan memiliki persamaan hak dan kewajiban untuk ikut andil dalam mengisi kemerdekaan dan pembangunan bangsa. Meskipun dalam tataran persepsi dan konstruksi berpikir masyarakat, hingga saat ini perempuan masih mendapat stereotyping yang merendahkan.
Adapun belakangan ini, ada pihak-pihak yang resisten dengan penggunaan istilah gender karena menyamakan antara gender dengan feminisme. Secara mendasar, antara gender dan feminisme adalah dua hal yang berbeda. Gender merupakan persoalan relasi dan posisi laki-laki dan perempuan, sedangkan feminisme merupakan gerakan perempuan yang memperjuangkan isu-isu gender. Karena berupa gerakan, tentu saja feminisme akan melibatkan ideologi di dalamnya. Akibatnya, akan muncul pro-kontra terhadap beberapa aliran feminisme tertentu.
Dengan memahami semangat dibalik penetapan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu, sekarang kita pahami bahwa Hari Ibu tak sekedar urusan memberi hadiah, membuat puisi, atau melepaskan ibu dari pekerjaan-pekerjaan domestik untuk satu hari saja. Lebih dari itu, Hari Ibu seharusnya dimaknai sebagai usaha perjuangan kaum perempuan untuk berperan serta bersama kaum laki-laki dalam mendirikan kemerdekaan, mengisi kemerdekaan, dan membangun Bangsa dan Negara Indonesia.
Sejarah Hari Ibu
Sesuatu yang unik ketika kita mengetahui bahwa Hari Ibu ternyata tidak diperingati diwaktu yang sama di seluruh dunia. Kebanyakan negara (terutama Barat) memperingati Hari Ibu pada Bulan Mei minggu pertama atau kedua. Sedangkan di Indonesia, Hari Ibu selalu diperingati pada tanggal 22 Desember. Yang menarik, setiap negara memiliki sejarahnya masing-masing dibalik penetapan waktu Hari Ibu. Di Amerika, Hari Ibu diperingati untuk mengenang salah seorang aktivis perempuan bernama Julia Ward Howe yang memperjuangkan hak pilih untuk kaum perempuan di Amerika. Di Iran, Hari Ibu diperingati untuk mengenang putri kesayangan Nabi Muhammad SAW, Fatimah Az-Zahra. Dan di Indonesia, Hari Ibu berkaitan erat dengan sejarah perjuangan kaum wanita Indonesia pada jaman sebelum kemerdekaan.
Sejarah Hari Ibu di Indonesia berhubungan dengan Sumpah Pemuda yang digelar pada 28 Oktober 1928. Semangat Sumpah Pemuda yang menggelorakan rasa kebangsaan itu juga menginspirasi para kaum wanita. Maka, diadakanlah kongres wanita pertama di Yogyakarta, 22-25 Desember 1928 dan diikuti oleh 30 organisasi wanita di Jawa dan Sumatera. Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap adalah persatuan perempuan Nusantara; pelibatan perempuan dalam perjuangan mendirikan kemerdekaan; pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa; perdagangan anak-anak dan kaum perempuan; perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita; pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya (http://wikipedia.or.id).
Pada tahun 1938, diadakan Kongres Perempuan Indonesia III di Bandung dan ditetapkanlah tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu. Kemudian, pada tahun 1959, Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden no. 316 tahun 1959 mengukuhkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu yang merupakan Hari Nasional dan bukan hari libur.
Misi diperingatinya Hari Ibu pada awalnya lebih untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini. Dari situ pula tercermin semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja bersama. Di Solo, misalnya, 25 tahun Hari Ibu dirayakan dengan membuat pasar amal yang hasilnya untuk membiayai Yayasan Kesejahteraan Buruh Wanita dan beasiswa untuk anak-anak perempuan. Pada waktu itu panitia Hari Ibu di Solo juga mengadakan rapat umum yang mengeluarkan resolusi meminta pemerintah melakukan pengendalian harga, khususnya bahan-bahan makanan pokok. Pada tahun 1950-an, peringatan Hari Ibu mengambil bentuk pawai dan rapat umum yang menyuarakan kepentingan kaum perempuan secara langsung (http://wikipedia.or.id).
Isu Gender di Hari Ibu
Pada dasarnya, persoalan gender hanya meliputi dua persoalan pokok, yaitu persoalan relasi antara laki-laki dan perempuan dan perbedaan posisi antara laki-laki dan perempuan. Dari Sejarah Hari Ibu, kaum perempuan memperjuangkan keseimbangan posisi antara kaum laki-laki dan perempuan dalam mendirikan kemerdekaan Indonesia dan pembangunan bangsa. Argumennya adalah persoalan mendirikan kemerdekaan dan membangun bangsa tak hanya urusan kaum laki-laki semata, namun juga menjadi tugas perempuan sebagai bagian dari sebuah bangsa.
Sungguh menarik mencermati bagaimana kesadaran ikut serta dalam mendirikan kemerdekaan dan membangun bangsa telah muncul dipikiran kaum perempuan pada saat itu. Pelibatan perempuan dalam perjuangan mendirikan kemerdekaan dan pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa menjadi dua diantara beberapa isu yang dibahas pada kongres wanita pertama. Isu ini menjadi sangat penting ditengah-tengah “pikiran bawah sadar” masyarakat (termasuk kaum perempuan sendiri) bahwa tugas agung mendirikan kemerdekaan dan membangun bangsa terlalu berat untuk perempuan yang “lemah.” Meskipun sebelumnya telah banyak dari kaum perempuan yang membuktikan kekuatan mereka, seperti Martha Tiahahu, Cut Nyak Dien, Rasuna Said, Rahmah El Yunusiah, dan lain sebagainya. Mereka membuktikan bahwa mereka punya kekuatan untuk melakukan perubahan, tidak hanya sekedar menjadi perhiasan.
Tentu sebuah langkah yang sangat maju ketika kesadaran gender telah muncul dikalangan kaum perempuan sejak sebelum tahun 1928. Meskipun penulis tak yakin pada kongres wanita itu kata-kata gender mereka sebut-sebut, bahkan mungkin tak mengetahui adanya istilah itu. Namun, perjuangan yang berangkat dari kesadaran gender yang mereka lakukan adalah perjuangan atas kebenaran-kebenaran universal yang sebenarnya selalu dapat diterima oleh pikiran-pikiran yang terbuka.
Berkat perjuangan yang terus menerus dari masa ke masa, perjuangan kesetaraan gender mulai menunjukkan hasilnya. Saat ini, tentu sudah bukan jamannya lagi melakukan diskriminasi kepada perempuan dan melarang mereka untuk ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan serta aktivitas. Sebagai warga negara, perempuan memiliki persamaan hak dan kewajiban untuk ikut andil dalam mengisi kemerdekaan dan pembangunan bangsa. Meskipun dalam tataran persepsi dan konstruksi berpikir masyarakat, hingga saat ini perempuan masih mendapat stereotyping yang merendahkan.
Adapun belakangan ini, ada pihak-pihak yang resisten dengan penggunaan istilah gender karena menyamakan antara gender dengan feminisme. Secara mendasar, antara gender dan feminisme adalah dua hal yang berbeda. Gender merupakan persoalan relasi dan posisi laki-laki dan perempuan, sedangkan feminisme merupakan gerakan perempuan yang memperjuangkan isu-isu gender. Karena berupa gerakan, tentu saja feminisme akan melibatkan ideologi di dalamnya. Akibatnya, akan muncul pro-kontra terhadap beberapa aliran feminisme tertentu.
Dengan memahami semangat dibalik penetapan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu, sekarang kita pahami bahwa Hari Ibu tak sekedar urusan memberi hadiah, membuat puisi, atau melepaskan ibu dari pekerjaan-pekerjaan domestik untuk satu hari saja. Lebih dari itu, Hari Ibu seharusnya dimaknai sebagai usaha perjuangan kaum perempuan untuk berperan serta bersama kaum laki-laki dalam mendirikan kemerdekaan, mengisi kemerdekaan, dan membangun Bangsa dan Negara Indonesia.
Bulukumba
Mitologi penamaan "Bulukumba", konon bersumber dari dua kata dalam bahasa Bugis yaitu "Bulu’ku" dan "Mupa" yang dalam bahasa Indonesia berarti "masih gunung milik saya atau tetap gunung milik saya".
Mitos ini pertama kali muncul pada abad ke–17 Masehi ketika terjadi perang saudara antara dua kerajaan besar di Sulawesi yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Bone. Di pesisir pantai yang bernama "Tana Kongkong", di situlah utusan Raja Gowa dan Raja Bone bertemu, mereka berunding secara damai dan menetapkan batas wilayah pengaruh kerajaan masing-masing.
Bangkeng Buki' (secara harfiah berarti kaki bukit) yang merupakan barisan lereng bukit dari Gunung Lompobattang diklaim oleh pihak Kerajaan Gowa sebagai batas wilayah kekuasaannya mulai dari Kindang sampai ke wilayah bagian timur. Namun pihak Kerajaan Bone berkeras memertahankan Bangkeng Buki' sebagai wilayah kekuasaannya mulai dari barat sampai ke selatan.
Berawal dari peristiwa tersebut kemudian tercetuslah kalimat dalam bahasa Bugis "Bulu'kumupa" yang kemudian pada tingkatan dialek tertentu mengalami perubahan proses bunyi menjadi "Bulukumba".
Konon sejak itulah nama Bulukumba mulai ada dan hingga saat ini resmi menjadi sebuah kabupaten.
Peresmian Bulukumba menjadi sebuah nama kabupaten dimulai dari terbitnya Undang–Undang Nomor 29 Tahun 1959, tentang Pembentukan Daerah–daerah Tingkat II di Sulawesi yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 5 Tahun 1978, tentang Lambang Daerah.
Akhirnya setelah dilakukan seminar sehari pada tanggal 28 Maret 1994 dengan narasumber Prof. Dr. H. Ahmad Mattulada (ahli sejarah dan budaya), maka ditetapkanlah hari jadi Kabupaten Bulukumba, yaitu tanggal 4 Februari 1960 melalui Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1994.
Secara yuridis formal Kabupaten Bulukumba resmi menjadi daerah tingkat II setelah ditetapkan Lambang Daerah Kabupaten Bulukumba oleh DPRD Kabupaten Bulukumba pada tanggal 4 Februari 1960 dan selanjutnya dilakukan pelantikan bupati pertama, yaitu Andi Patarai pada tanggal 12 Februari 1960.
[sunting] Slogan Kabupaten Bulukumba
Paradigma kesejarahan, kebudayaan dan keagamaan memberikan nuansa moralitas dalam sistem pemerintahan yang pada tatanan tertentu menjadi etika bagi struktur kehidupan masyarakat melalui satu prinsip "Mali’ siparappe, Tallang sipahua."
Ungkapan yang mencerminkan perpaduan dari dua dialek bahasa Bugis – Makassar tersebut merupakan gambaran sikap batin masyarakat Bulukumba untuk mengemban amanat persatuan di dalam mewujudkan keselamatan bersama demi terciptanya tujuan pembangunan lahir dan batin, material dan spiritual, dunia dan akhirat.
Nuansa moralitas ini pula yang mendasari lahirnya slogan pembangunan "Bulukumba Berlayar" yang mulai disosialisasikan pada bulan September 1994 dan disepakati penggunaannya pada tahun 1996. Konsepsi "Berlayar" sebagai moral pembangunan lahir batin mengandung filosofi yang cukup dalam serta memiliki kaitan kesejarahan, kebudayaan dan keagamaan dengan masyarakat Bulukumba.
"Berlayar", merupakan sebuah akronim dari kalimat kausalitas yang berbunyi "Bersih Lingkungan, Alam Yang Ramah". Filosofi yang terkandung dalam slogan tersebut dilihat dari tiga sisi pijakan, yaitu sejarah, kebudayaan dan keagamaan.
[sunting] Pijakan Sejarah (History)
Bulukumba lahir dari suatu proses perjuangan panjang yang mengorbankan harta, darah dan nyawa. Perlawanan rakyat Bulukumba terhadap kolonial Belanda dan Jepang menjelang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1945 diawali dengan terbentuknya "barisan merah putih" dan "laskar brigade pemberontakan Bulukumba angkatan rakyat". Organisasi yang terkenal dalam sejarah perjuangan ini, melahirkan pejuang yang berani mati menerjang gelombang dan badai untuk merebut cita–cita kemerdekaan sebagai wujud tuntutan hak asasi manusia dalam hidup berbangsa dan bernegara.
[sunting] Pijakan Kebudayaan (Culture)
Dari sisi budaya, Bulukumba telah tampil menjadi sebuah "legenda modern" dalam kancah percaturan kebudayaan nasional, melalui industri budaya dalam bentuk perahu, baik itu perahu jenis phinisi, padewakkang, lambo, pajala, maupun jenis lepa–lepa yang telah berhasil mencuatkan nama Bulukumba di dunia internasional. Kata layar memiliki pemahaman terhadap adanya subjek yang bernama perahu sebagai suatu refleksi kreativitas masyarakat Bulukumba.
[sunting] Pijakan Keagamaan (Religion)
Masyarakat Bulukumba telah bersentuhan dengan ajaran agama Islam sejak awal abad ke–17 Masehi yang diperkirakan tahun 1605 M. Ajaran agama Islam ini dibawa oleh tiga ulama besar (waliyullah) dari Pulau Sumatera yang masing–masing bergelar Dato Tiro (Bulukumba), Dato Ribandang (Makassar) dan Dato Patimang (Luwu). Ajaran agama Islam yang berintikan tasawwuf ini menumbuhkan kesadaran religius bagi penganutnya dan menggerakkan sikap keyakinan mereka untuk berlaku zuhud, suci lahir batin, selamat dunia dan akhirat dalam kerangka tauhid "appasewang" (meng-Esa-kan Allah SWT).
[sunting] Lambang Daerah Kabupaten Bulukumba
Berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Bulukumba Nomor: 13 Tahun 1987, maka ditetapkanlah Lambang Daerah Kabupaten Bulukumba dengan makna sebagai berikut:
1. Perisai Persegi Lima
Melambangkan sikap batin masyarakat Bulukumba yang teguh memertahankan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.
2. Padi dan Jagung
Melambangkan mata pencaharian utama dan merupakan makanan pokok masyarakat Bulukumba. Bulir padi sejumlah 17 bulir melambangkan tanggal 17 sebagai tanggal kemerdekaan RI. Daun jagung sejumlah 8 menandakan bulan Agustus sebagai bulan kemerdekaan RI. Kelopak buah jagung berjumlah 4 dan bunga buah jagung berjumlah 5 menandakan tahun 1945 sebagai tahun kemerdekaan RI.
3. Perahu Phinisi
Sebagai salah satu mahakarya ciri khas masyarakat Bulukumba, yang dikenal sebagai "Butta Panrita Lopi" atau daerah bermukimnya orang yang ahli dalam membuat perahu.
4. Layar perahu phinisi berjumlah 7 buah.
Melambangkan jumlah kecamatan yang ada di Kabupaten Bulukumba, tetapi sekarang sudah dimekarkan dari tujuh menjadi 10 kecamatan.
5. Tulisan aksara lontara di sisi perahu "Mali Siparappe, Tallang Sipahua".
Mencerminkan perpaduan dari dua dialek Bugis-Makassar yang melambangkan persatuan dan kesatuan dua suku besar yang ada di Kabupaten Bulukumba.
6. Dasar Biru
Mencerminkan bahwa Kabupaten Bulukumba merupakan daerah maritim.
[sunting] 10 Kecamatan
Awal terbentuknya, Kabupaten Bulukumba hanya terdiri atas tujuh kecamatan (Ujungbulu, Gangking, Bulukumpa, Bontobahari, Bontotiro, Kajang, Herlang), tetapi beberapa kecamatan kemudian dimekarkan dan kini “butta panrita lopi” sudah terdiri atas 10 kecamatan.
Ke-10 kecamatan tersebut adalah:
1. Kecamatan Ujungbulu (Ibukota Kabupaten)
2. Kecamatan Gantarang
3. Kecamatan Kindang
4. Kecamatan Rilau Ale
5. Kecamatan Bulukumpa
6. Kecamatan Ujungloe
7. Kecamatan Bontobahari
8. Kecamatan Bontotiro
9. Kecamatan Kajang
10. Kecamatan Herlang
Dari 10 kecamatan tersebut, tujuh di antaranya merupakan daerah pesisir sebagai sentra pengembangan pariwisata dan perikanan yaitu Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujungbulu, Kecamatan Ujung Loe, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang dan Kecamatan Herlang.
Tiga kecamatan lainnya tergolong sentra pengembangan pertanian dan perkebunan, yaitu Kecamatan Kindang, Kecamatan Rilau Ale dan Kecamatan Bulukumpa.
[sunting] Bupati/Wakil Bupati Bulukumba Dari Masa Ke Masa
1. Andi Patarai (12 Februari 1960 - 1966)
2. Andi Bakri Tandaramang (1966-1978)
3. Amien Situru (1978, Pjs)
4. HA Hasanuddin (1978-1980)
5. Malik Hambali (1980-1985)
6. HA Kube Dauda (1985-1990)
7. Andi Tamrin (1990-1995)
8. HA Patabai Pabokori (1995-2005)
9. AM Sukri Sappewali-H. Padasi (2005-2010)
10. Azikin Solthan (2010, Plt)
11. Zainuddin Hasan-Syamsuddin (2010-2015)
[sunting] = Topografi
Daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0 s/d 25 meter di atas permukaan laut meliputi tujuh kecamatan pesisir, yaitu: Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujungbulu, Kecamatan Ujung Loe, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang dan Kecamatan Herlang.
[sunting] Morfologi Bergelombang
Daerah bergelombang dengan ketinggian antara 25 s/d 100 meter dari permukaan laut, meliputi bagian dari Kecamatan Gantarang, Kecamatan Kindang, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang, Kecamatan Herlang, Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Rilau Ale.
[sunting] Morfologi Perbukitan
Daerah perbukitan di Kabupaten Bulukumba terbentang mulai dari Barat ke utara dengan ketinggian 100 s/d di atas 500 meter dari permukaan laut meliputi bagian dari Kecamatan Kindang, Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Rilau Ale.
[sunting] Ketinggian
Wilayah Kabupaten Bulukumba lebih didominasi dengan keadaan topografi dataran rendah sampai bergelombang. Luas dataran rendah sampai bergelombang dan dataran tinggi hampir berimbang, yaitu jika dataran rendah sampai bergelombang mencapai sekitar 50,28% maka dataran tinggi mencapai 49,72%.
[sunting] Klimatologi
Kabupaten Bulukumba mempunyai suhu rata-rata berkisar antara 23,82 °C – 27,68 °C. Suhu pada kisaran ini sangat cocok untuk pertanian tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Berdasarkan analisis Smith – Ferguson (tipe iklim diukur menurut bulan basah dan bulan kering) maka klasifikasi iklim di Kabupaten Bulukumba termasuk iklim lembab atau agak basah.
Kabupaten Bulukumba berada di sektor timur, musim gadu antara Oktober – Maret dan musim rendengan antara April – September. Terdapat 8 buah stasiun penakar hujan yang tersebar di beberapa kecamatan, yakni: stasiun Bettu, stasiun Bontonyeleng, stasiun Kajang, stasiun Batukaropa, stasiun Tanah Kongkong, stasiun Bontobahari, stasiun Bulo–bulo dan stasiun Herlang.
Daerah dengan curah hujan tertinggi terdapat pada wilayah barat laut dan timur sedangkan pada daerah tengah memiliki curah hujan sedang sedangkan pada bagian selatan curah hujannya rendah.
Curah hujan di Kabupaten Bulukumba sebagai berikut:
•Curah hujan antara 800 – 1000 mm/tahun, meliputi Kecamatan Ujungbulu, sebagian Gantarang, sebagian Ujung Loe dan sebagian besar Bontobahari.
•Curah hujan antara 1000 – 1500 mm/tahun, meliputi sebagian Gantarang, sebagian Ujung Loe dan sebagian Bontotiro.
•Curah hujan antara 1500 – 2000 mm/tahun, meliputi Kecamatan Gantarang, sebagian Rilau Ale, sebagian Ujung Loe, sebagian Kindang, sebagian Bulukumpa, sebagian Bontotiro, sebagian Herlang dan Kecamatan Kajang.
•Curah hujan di atas 2000 mm/tahun meliputi Kecamatan Kindang, Kecamatan Rilau Ale, Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Herlang.
[sunting] Jenis Tanah
Tanah di Kabupaten Bulukumba didominasi jenis tanah latosol dan mediteran. Secara spesifik terdiri atas tanah alluvial hidromorf coklat kelabu dengan bahan induk endapan liat pasir terdapat dipesisir pantai dan sebagian di daratan bagian utara. Sedangkan tanah regosol dan mediteran terdapat pada daerah-daerah bergelombang sampai berbukit di wilayah bagian barat.
[sunting] Hidrologi
Sungai di kabupaten Bulukumba ada 32 aliran yang terdiri dari sungai besar dan sungai kecil. Sungai-sungai ini mencapai panjang 603,50 km dan yang terpanjang adalah sungai Sangkala yakni 65,30 km, sedangkan yang terpendek adalah sungai Biroro yakni 1,50 km. Sungai-sungai ini mampu mengairi lahan sawah seluas 23.365 Ha.
Mitos ini pertama kali muncul pada abad ke–17 Masehi ketika terjadi perang saudara antara dua kerajaan besar di Sulawesi yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Bone. Di pesisir pantai yang bernama "Tana Kongkong", di situlah utusan Raja Gowa dan Raja Bone bertemu, mereka berunding secara damai dan menetapkan batas wilayah pengaruh kerajaan masing-masing.
Bangkeng Buki' (secara harfiah berarti kaki bukit) yang merupakan barisan lereng bukit dari Gunung Lompobattang diklaim oleh pihak Kerajaan Gowa sebagai batas wilayah kekuasaannya mulai dari Kindang sampai ke wilayah bagian timur. Namun pihak Kerajaan Bone berkeras memertahankan Bangkeng Buki' sebagai wilayah kekuasaannya mulai dari barat sampai ke selatan.
Berawal dari peristiwa tersebut kemudian tercetuslah kalimat dalam bahasa Bugis "Bulu'kumupa" yang kemudian pada tingkatan dialek tertentu mengalami perubahan proses bunyi menjadi "Bulukumba".
Konon sejak itulah nama Bulukumba mulai ada dan hingga saat ini resmi menjadi sebuah kabupaten.
Peresmian Bulukumba menjadi sebuah nama kabupaten dimulai dari terbitnya Undang–Undang Nomor 29 Tahun 1959, tentang Pembentukan Daerah–daerah Tingkat II di Sulawesi yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 5 Tahun 1978, tentang Lambang Daerah.
Akhirnya setelah dilakukan seminar sehari pada tanggal 28 Maret 1994 dengan narasumber Prof. Dr. H. Ahmad Mattulada (ahli sejarah dan budaya), maka ditetapkanlah hari jadi Kabupaten Bulukumba, yaitu tanggal 4 Februari 1960 melalui Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1994.
Secara yuridis formal Kabupaten Bulukumba resmi menjadi daerah tingkat II setelah ditetapkan Lambang Daerah Kabupaten Bulukumba oleh DPRD Kabupaten Bulukumba pada tanggal 4 Februari 1960 dan selanjutnya dilakukan pelantikan bupati pertama, yaitu Andi Patarai pada tanggal 12 Februari 1960.
[sunting] Slogan Kabupaten Bulukumba
Paradigma kesejarahan, kebudayaan dan keagamaan memberikan nuansa moralitas dalam sistem pemerintahan yang pada tatanan tertentu menjadi etika bagi struktur kehidupan masyarakat melalui satu prinsip "Mali’ siparappe, Tallang sipahua."
Ungkapan yang mencerminkan perpaduan dari dua dialek bahasa Bugis – Makassar tersebut merupakan gambaran sikap batin masyarakat Bulukumba untuk mengemban amanat persatuan di dalam mewujudkan keselamatan bersama demi terciptanya tujuan pembangunan lahir dan batin, material dan spiritual, dunia dan akhirat.
Nuansa moralitas ini pula yang mendasari lahirnya slogan pembangunan "Bulukumba Berlayar" yang mulai disosialisasikan pada bulan September 1994 dan disepakati penggunaannya pada tahun 1996. Konsepsi "Berlayar" sebagai moral pembangunan lahir batin mengandung filosofi yang cukup dalam serta memiliki kaitan kesejarahan, kebudayaan dan keagamaan dengan masyarakat Bulukumba.
"Berlayar", merupakan sebuah akronim dari kalimat kausalitas yang berbunyi "Bersih Lingkungan, Alam Yang Ramah". Filosofi yang terkandung dalam slogan tersebut dilihat dari tiga sisi pijakan, yaitu sejarah, kebudayaan dan keagamaan.
[sunting] Pijakan Sejarah (History)
Bulukumba lahir dari suatu proses perjuangan panjang yang mengorbankan harta, darah dan nyawa. Perlawanan rakyat Bulukumba terhadap kolonial Belanda dan Jepang menjelang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1945 diawali dengan terbentuknya "barisan merah putih" dan "laskar brigade pemberontakan Bulukumba angkatan rakyat". Organisasi yang terkenal dalam sejarah perjuangan ini, melahirkan pejuang yang berani mati menerjang gelombang dan badai untuk merebut cita–cita kemerdekaan sebagai wujud tuntutan hak asasi manusia dalam hidup berbangsa dan bernegara.
[sunting] Pijakan Kebudayaan (Culture)
Dari sisi budaya, Bulukumba telah tampil menjadi sebuah "legenda modern" dalam kancah percaturan kebudayaan nasional, melalui industri budaya dalam bentuk perahu, baik itu perahu jenis phinisi, padewakkang, lambo, pajala, maupun jenis lepa–lepa yang telah berhasil mencuatkan nama Bulukumba di dunia internasional. Kata layar memiliki pemahaman terhadap adanya subjek yang bernama perahu sebagai suatu refleksi kreativitas masyarakat Bulukumba.
[sunting] Pijakan Keagamaan (Religion)
Masyarakat Bulukumba telah bersentuhan dengan ajaran agama Islam sejak awal abad ke–17 Masehi yang diperkirakan tahun 1605 M. Ajaran agama Islam ini dibawa oleh tiga ulama besar (waliyullah) dari Pulau Sumatera yang masing–masing bergelar Dato Tiro (Bulukumba), Dato Ribandang (Makassar) dan Dato Patimang (Luwu). Ajaran agama Islam yang berintikan tasawwuf ini menumbuhkan kesadaran religius bagi penganutnya dan menggerakkan sikap keyakinan mereka untuk berlaku zuhud, suci lahir batin, selamat dunia dan akhirat dalam kerangka tauhid "appasewang" (meng-Esa-kan Allah SWT).
[sunting] Lambang Daerah Kabupaten Bulukumba
Berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Bulukumba Nomor: 13 Tahun 1987, maka ditetapkanlah Lambang Daerah Kabupaten Bulukumba dengan makna sebagai berikut:
1. Perisai Persegi Lima
Melambangkan sikap batin masyarakat Bulukumba yang teguh memertahankan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.
2. Padi dan Jagung
Melambangkan mata pencaharian utama dan merupakan makanan pokok masyarakat Bulukumba. Bulir padi sejumlah 17 bulir melambangkan tanggal 17 sebagai tanggal kemerdekaan RI. Daun jagung sejumlah 8 menandakan bulan Agustus sebagai bulan kemerdekaan RI. Kelopak buah jagung berjumlah 4 dan bunga buah jagung berjumlah 5 menandakan tahun 1945 sebagai tahun kemerdekaan RI.
3. Perahu Phinisi
Sebagai salah satu mahakarya ciri khas masyarakat Bulukumba, yang dikenal sebagai "Butta Panrita Lopi" atau daerah bermukimnya orang yang ahli dalam membuat perahu.
4. Layar perahu phinisi berjumlah 7 buah.
Melambangkan jumlah kecamatan yang ada di Kabupaten Bulukumba, tetapi sekarang sudah dimekarkan dari tujuh menjadi 10 kecamatan.
5. Tulisan aksara lontara di sisi perahu "Mali Siparappe, Tallang Sipahua".
Mencerminkan perpaduan dari dua dialek Bugis-Makassar yang melambangkan persatuan dan kesatuan dua suku besar yang ada di Kabupaten Bulukumba.
6. Dasar Biru
Mencerminkan bahwa Kabupaten Bulukumba merupakan daerah maritim.
[sunting] 10 Kecamatan
Awal terbentuknya, Kabupaten Bulukumba hanya terdiri atas tujuh kecamatan (Ujungbulu, Gangking, Bulukumpa, Bontobahari, Bontotiro, Kajang, Herlang), tetapi beberapa kecamatan kemudian dimekarkan dan kini “butta panrita lopi” sudah terdiri atas 10 kecamatan.
Ke-10 kecamatan tersebut adalah:
1. Kecamatan Ujungbulu (Ibukota Kabupaten)
2. Kecamatan Gantarang
3. Kecamatan Kindang
4. Kecamatan Rilau Ale
5. Kecamatan Bulukumpa
6. Kecamatan Ujungloe
7. Kecamatan Bontobahari
8. Kecamatan Bontotiro
9. Kecamatan Kajang
10. Kecamatan Herlang
Dari 10 kecamatan tersebut, tujuh di antaranya merupakan daerah pesisir sebagai sentra pengembangan pariwisata dan perikanan yaitu Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujungbulu, Kecamatan Ujung Loe, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang dan Kecamatan Herlang.
Tiga kecamatan lainnya tergolong sentra pengembangan pertanian dan perkebunan, yaitu Kecamatan Kindang, Kecamatan Rilau Ale dan Kecamatan Bulukumpa.
[sunting] Bupati/Wakil Bupati Bulukumba Dari Masa Ke Masa
1. Andi Patarai (12 Februari 1960 - 1966)
2. Andi Bakri Tandaramang (1966-1978)
3. Amien Situru (1978, Pjs)
4. HA Hasanuddin (1978-1980)
5. Malik Hambali (1980-1985)
6. HA Kube Dauda (1985-1990)
7. Andi Tamrin (1990-1995)
8. HA Patabai Pabokori (1995-2005)
9. AM Sukri Sappewali-H. Padasi (2005-2010)
10. Azikin Solthan (2010, Plt)
11. Zainuddin Hasan-Syamsuddin (2010-2015)
[sunting] = Topografi
Daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0 s/d 25 meter di atas permukaan laut meliputi tujuh kecamatan pesisir, yaitu: Kecamatan Gantarang, Kecamatan Ujungbulu, Kecamatan Ujung Loe, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang dan Kecamatan Herlang.
[sunting] Morfologi Bergelombang
Daerah bergelombang dengan ketinggian antara 25 s/d 100 meter dari permukaan laut, meliputi bagian dari Kecamatan Gantarang, Kecamatan Kindang, Kecamatan Bontobahari, Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang, Kecamatan Herlang, Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Rilau Ale.
[sunting] Morfologi Perbukitan
Daerah perbukitan di Kabupaten Bulukumba terbentang mulai dari Barat ke utara dengan ketinggian 100 s/d di atas 500 meter dari permukaan laut meliputi bagian dari Kecamatan Kindang, Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Rilau Ale.
[sunting] Ketinggian
Wilayah Kabupaten Bulukumba lebih didominasi dengan keadaan topografi dataran rendah sampai bergelombang. Luas dataran rendah sampai bergelombang dan dataran tinggi hampir berimbang, yaitu jika dataran rendah sampai bergelombang mencapai sekitar 50,28% maka dataran tinggi mencapai 49,72%.
[sunting] Klimatologi
Kabupaten Bulukumba mempunyai suhu rata-rata berkisar antara 23,82 °C – 27,68 °C. Suhu pada kisaran ini sangat cocok untuk pertanian tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Berdasarkan analisis Smith – Ferguson (tipe iklim diukur menurut bulan basah dan bulan kering) maka klasifikasi iklim di Kabupaten Bulukumba termasuk iklim lembab atau agak basah.
Kabupaten Bulukumba berada di sektor timur, musim gadu antara Oktober – Maret dan musim rendengan antara April – September. Terdapat 8 buah stasiun penakar hujan yang tersebar di beberapa kecamatan, yakni: stasiun Bettu, stasiun Bontonyeleng, stasiun Kajang, stasiun Batukaropa, stasiun Tanah Kongkong, stasiun Bontobahari, stasiun Bulo–bulo dan stasiun Herlang.
Daerah dengan curah hujan tertinggi terdapat pada wilayah barat laut dan timur sedangkan pada daerah tengah memiliki curah hujan sedang sedangkan pada bagian selatan curah hujannya rendah.
Curah hujan di Kabupaten Bulukumba sebagai berikut:
•Curah hujan antara 800 – 1000 mm/tahun, meliputi Kecamatan Ujungbulu, sebagian Gantarang, sebagian Ujung Loe dan sebagian besar Bontobahari.
•Curah hujan antara 1000 – 1500 mm/tahun, meliputi sebagian Gantarang, sebagian Ujung Loe dan sebagian Bontotiro.
•Curah hujan antara 1500 – 2000 mm/tahun, meliputi Kecamatan Gantarang, sebagian Rilau Ale, sebagian Ujung Loe, sebagian Kindang, sebagian Bulukumpa, sebagian Bontotiro, sebagian Herlang dan Kecamatan Kajang.
•Curah hujan di atas 2000 mm/tahun meliputi Kecamatan Kindang, Kecamatan Rilau Ale, Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Herlang.
[sunting] Jenis Tanah
Tanah di Kabupaten Bulukumba didominasi jenis tanah latosol dan mediteran. Secara spesifik terdiri atas tanah alluvial hidromorf coklat kelabu dengan bahan induk endapan liat pasir terdapat dipesisir pantai dan sebagian di daratan bagian utara. Sedangkan tanah regosol dan mediteran terdapat pada daerah-daerah bergelombang sampai berbukit di wilayah bagian barat.
[sunting] Hidrologi
Sungai di kabupaten Bulukumba ada 32 aliran yang terdiri dari sungai besar dan sungai kecil. Sungai-sungai ini mencapai panjang 603,50 km dan yang terpanjang adalah sungai Sangkala yakni 65,30 km, sedangkan yang terpendek adalah sungai Biroro yakni 1,50 km. Sungai-sungai ini mampu mengairi lahan sawah seluas 23.365 Ha.
Konjo-Bugis
Dokumentasi Bahasa Konjo & Bugis
Bahasa merupakan salah satu identitas dasar yang melekat pada sejarah kehidupan setiap individu. Bahkan, bahasa merupakan bagian dari modal sosial dan budaya kita. Bahasa juga merupakan salah satu unsur yang mempengaruhi cara kita berpikir dan bertindak.
Namun yang terpenting bahasa acapkali digunakan sebagai alat untuk menjustifikasi status 'kepemilikan' seseorang kepada sesuatu. Karena itu, sebagai orang Bulukumba yang merasa memiliki, melestarikan dan menjaga Bahasa Konjo dan Bugis Bulukumba merupakan sebuah tanggungjawab demi keberlangsungan sejarah Bulukumba secara sehat. Selengkapnya ...
Selamatkan bahasa kita dengan menyumbangkan Kosa Kata Anda di sini
Untuk membaca versi Lontara Kamus Konjo-Bugis Bulukumba, download Font Lontara di sini atau dowload Kamus Bahasa Konjo-Bugis Bulukumba di sini untuk Anda kembangkan bersama kami.
Bahasa merupakan salah satu identitas dasar yang melekat pada sejarah kehidupan setiap individu. Bahkan, bahasa merupakan bagian dari modal sosial dan budaya kita. Bahasa juga merupakan salah satu unsur yang mempengaruhi cara kita berpikir dan bertindak.
Namun yang terpenting bahasa acapkali digunakan sebagai alat untuk menjustifikasi status 'kepemilikan' seseorang kepada sesuatu. Karena itu, sebagai orang Bulukumba yang merasa memiliki, melestarikan dan menjaga Bahasa Konjo dan Bugis Bulukumba merupakan sebuah tanggungjawab demi keberlangsungan sejarah Bulukumba secara sehat. Selengkapnya ...
Selamatkan bahasa kita dengan menyumbangkan Kosa Kata Anda di sini
Untuk membaca versi Lontara Kamus Konjo-Bugis Bulukumba, download Font Lontara di sini atau dowload Kamus Bahasa Konjo-Bugis Bulukumba di sini untuk Anda kembangkan bersama kami.
SEJARAH SINGKAT KOTA MAKASSAR
Kota Makassar yang pernah bernama Ujung Pandang adalah wilayah Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo yang terletak pada pesisir pantai sebelah barat semenanjung Sulawesi Selatan. Pada mulanya merupakan bandar kecil yang didiami oleh Suku Makassar dan Bugis yang dikenal sebagai pelaut ulung dengan perahu PINISI atau PALARI. Jika ditinjau dari sejarah Kerajaan Majapahit dibawah Raja HAYAM WURUK (1350-1389) dengan Maha Patih GAJAH MADA bertepatan dengan masa pemerintahan Raja Gowa ke-II TUMASALANGGA BARAYA (1345-1370), Makasar (Makassar) sudah dikenal dan tercantum dalam lembaran Syair 14 (4) dan (5) Kitab Negarakertagama karangan PRAPANCA (1364) sebagai Daerah ke-VI Kerajaan Majapahit di Sulawesi.
MASA SEJAK BERDIRINYA KERAJAAN GOWA DAN KERAJAAN TALLO
1. Kerajaan Gowa berdiri kira-kira tahun 1300 Masehi dengan raja yang pertama adalah seorang perempuan bernama TUMANURUNG (1320-1345) yang kawin dengan KARAENG BAYO berasal dari Bonthain yang menurunkan raja-raja Gowa selanjutnya.
2. Pusat Kerajaan Gowa ini terletak diatas bukit Takka'bassia yang kemudian berubah namanya menjadi Tamalate, tempat ini menjadi pusat Kerajaan Gowa sampai kepada masa pemerintahan Raja Gowa ke-VIII I-PAKERE TAU TUNIJALLO RI PASSUKKI (1460-1510).
3. Dalam masa pemerintahan Raja Gowa ke-VI TUNATANGKA LOPI 1445-1460) terjadi pembagian kerajaan, yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo, masing-masing dipegang oleh kedua puteranya yaitu Kerajaan Gowa dipegang oleh BATARA GOWA TUNIAWANGA RI PARALEKKANNA sebagai Raja Gowa ke-VII (1460) dan Kerajaan Tallo dipegang oleh KARAENG LOE RI SERO sebagai Raja Tallo Pertama.
4. Raja Gowa ke-IX DAENG MATANRE KARAENG MANGNGUNTUNGI yang bergelar TUMAPA'RISI KALLONA kedua kerajaan Gowa dan Tallo disatukan kembali dan diperintah oleh Raja Gowa, dan yang menjadi Mangkubumi adalah Raja Tallo. Kedua kerajaan ini sering disebut Kerajaan Makassar.
5. Pembangunan Benteng Somba Opu dari tanah liat pada tahun 1525 oleh Raja Gowa ke-IX TUMAPA'RISI KALLONNA (1510-1546). Dalam benteng ini dibanguna istana raja Gowa. Makassar (Kerajaan Gowa) menjadi pusat bandar niaga dengan syahbandar adalah DAENG PAMMATE yang diangkat pada tahun 1538. Sejak itu Makassar menjadi Ibu Negeri, dengan bertitik pusat pada Kota Raja Somba Opu.
6. Raja Gowa ke-X I-MANRIWAGAU DAENG BONTO KARAENG LAKIUNG TUNIPALLANGGA ULAWENG (1546-1565) Benteng Somba Opu disempurnakan dan dibangun dari batu bata.
7. Benteng Jumpandang (Ujung Pandang) yang mulai didirikan pada tahun 1545 pada masa pemerintahan TUMAPA'RISI KALLONNA kemudian dilanjutkan oleh TUNIPALLANGGA ULAWENG, maka oleh Raja Gowa SULTAN ALAUDDIN pada tanggal 9 Agustus 1634 membuat dinding tembok Benteng Ujung Pandang, dan pada tanggal 23 Juni 1635 dibuat lagi dinding tembok kedua dekat pintu gerbang sehingga menyerupai seekor penyu.
8. Raja Gowa ke-XIV I-MANGNGARANGI DAENG MANRABIA dengan gelar SULTAN ALAUDDIN memerintah mulai tahun 1593-1639 dengan Mangkubumi I-MAL-LING
MASA SEJAK BERDIRINYA KERAJAAN GOWA DAN KERAJAAN TALLO
1. Kerajaan Gowa berdiri kira-kira tahun 1300 Masehi dengan raja yang pertama adalah seorang perempuan bernama TUMANURUNG (1320-1345) yang kawin dengan KARAENG BAYO berasal dari Bonthain yang menurunkan raja-raja Gowa selanjutnya.
2. Pusat Kerajaan Gowa ini terletak diatas bukit Takka'bassia yang kemudian berubah namanya menjadi Tamalate, tempat ini menjadi pusat Kerajaan Gowa sampai kepada masa pemerintahan Raja Gowa ke-VIII I-PAKERE TAU TUNIJALLO RI PASSUKKI (1460-1510).
3. Dalam masa pemerintahan Raja Gowa ke-VI TUNATANGKA LOPI 1445-1460) terjadi pembagian kerajaan, yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo, masing-masing dipegang oleh kedua puteranya yaitu Kerajaan Gowa dipegang oleh BATARA GOWA TUNIAWANGA RI PARALEKKANNA sebagai Raja Gowa ke-VII (1460) dan Kerajaan Tallo dipegang oleh KARAENG LOE RI SERO sebagai Raja Tallo Pertama.
4. Raja Gowa ke-IX DAENG MATANRE KARAENG MANGNGUNTUNGI yang bergelar TUMAPA'RISI KALLONA kedua kerajaan Gowa dan Tallo disatukan kembali dan diperintah oleh Raja Gowa, dan yang menjadi Mangkubumi adalah Raja Tallo. Kedua kerajaan ini sering disebut Kerajaan Makassar.
5. Pembangunan Benteng Somba Opu dari tanah liat pada tahun 1525 oleh Raja Gowa ke-IX TUMAPA'RISI KALLONNA (1510-1546). Dalam benteng ini dibanguna istana raja Gowa. Makassar (Kerajaan Gowa) menjadi pusat bandar niaga dengan syahbandar adalah DAENG PAMMATE yang diangkat pada tahun 1538. Sejak itu Makassar menjadi Ibu Negeri, dengan bertitik pusat pada Kota Raja Somba Opu.
6. Raja Gowa ke-X I-MANRIWAGAU DAENG BONTO KARAENG LAKIUNG TUNIPALLANGGA ULAWENG (1546-1565) Benteng Somba Opu disempurnakan dan dibangun dari batu bata.
7. Benteng Jumpandang (Ujung Pandang) yang mulai didirikan pada tahun 1545 pada masa pemerintahan TUMAPA'RISI KALLONNA kemudian dilanjutkan oleh TUNIPALLANGGA ULAWENG, maka oleh Raja Gowa SULTAN ALAUDDIN pada tanggal 9 Agustus 1634 membuat dinding tembok Benteng Ujung Pandang, dan pada tanggal 23 Juni 1635 dibuat lagi dinding tembok kedua dekat pintu gerbang sehingga menyerupai seekor penyu.
8. Raja Gowa ke-XIV I-MANGNGARANGI DAENG MANRABIA dengan gelar SULTAN ALAUDDIN memerintah mulai tahun 1593-1639 dengan Mangkubumi I-MAL-LING
MANAJEMEN AKSI (DEMONSTRASI)
“Mahasiswa adalah aset umat. Ia bersifat elitis dan eksklusif. Jumlahnya hanya 2 % dari penduduk Indonesia yang 200 juta jiwa. Mahasiswa aktivis lebih elitis lagi, mungkin hanya ada 1 mahasiswa aktivis di antara 10 mahasiswa. Namun, agenda yang mereka perjuangkan sangat populis, dan realistis. Mahasiswa-lah yang bisa membangkitkan semangat perlawanan rakyat terhadap rezim tiran. Mahasiswa-lah yang bisa mengawal reformasi hingga ke titik tujuan. Rakyat menaruh harapan atas kekuatan intelektual dan kekuatan aksi yang mahasiswa miliki.Jadi, pahami dirimu dan sekitarmu, dan mari kita bergerak lagi ! Reformasi belum usai !”
Dengan kekuatan intelektual di atas rata-rata masyarakat awam, mahasiswa memiliki kemudahan untuk mengakses berbagai informasi wacana dan peristiwa dalam lingkup lokal hingga internasional. Begitu juga dengan kemudahan akses literatur ilmiah dan gerakan-gerakan pemikiran, yang pada tujuan akhirnya akan menentukan ideologi atau sistem hidup yang akan dijalaninya. Buku yang ia baca, informasi yang ia terima, tokoh-tokoh yang ia ajak bicara, adalah beberapa faktor utama yang kelak sangat berpengaruh terhadap idealisme hidupnya.Selain kekuatan intelektual yang identik dengan aktivitas ilmiah, mahasiswa juga memiliki kewajiban untuk menguatkan potensi kepekaan sosial politiknya. Disebut kepekaan sosial karena mahasiswa pada dasarnya adalah bagian dari rakyat. Apapun yang terjadi pada rakyat maka mahasiswa akan turut juga merasakannya. Kenaikan BBM, harga bahan pokok, listrik, dan air misalnya akan memberi ekses terhadap aktivitas kuliah. Disebut kepekaan politik, karena gejolak sosial yang terjadi umumnya selalu merupakan hasil side effect dari aktivitas politik, semisal disahkannya suatu UU. UU Ketenagakerjaan misalnya akan mempengaruhi kesejahteraan dan taraf hidup para buruh.Setelah cerdas secara profesi keilmuan dan cerdas sosial politik, maka sebagai gerakan ekstraparlementer mahasiswa memiliki kewajiban moral untuk mengimplementasikan pengetahuannya itu dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat. Atau dengan kata lain menyuarakan kepentingan kebenaran dan rakyat. Berbagai metode dapat dilakukan. Dari bentuk pendampingan, advokasi, public hearing, audiensi dengan pemerintah dan legislatif, hingga demonstrasi (aksi). Demonstrasi adalah cara paling efektif dalam menyuarakan kebenaran, khususnya jika dilaksanakan pada rezim yang antidemokratis dan tiran. Dalam makalah ini, akan dibahas sekelumit tentang manjamen demonstrasi atau aksi, yang selanjutnya akan disebut dengan MoA (Management of Action). Pengetahuan akan MoA ini menjadi penting agar niatan yang benar itu dapat mencapai hasil optimal karena dilakukan dengan cara yang benar pula. MANAJEMEN AKSIPengertianAksi (demontrasi) adalah suatu model pernyataan sikap, penyuaraan pendapat, opini, atau tuntutan yang dilakukan dengan jumlah massa terntentu dan dengan teknik tertentu agar mendapat perhatian dari pihak yang dituju tanpa menggunakan mekanisme konvensional (birokrasi). Demonstrasi juga bertujuan untuk menekan pembuat keputusan untuk melakukan sesuatu.
Latar Belakang dan Tujuan Aksi umumnya dilatarbelakangi oleh matinya jalur penyampaian aspirasi atau buntunya metode dialog.. Dalam trias politika, aspirasi rakyat diwakili oleh anggota legislatif. Namun dalam kondisi pemerintahan yang korup, para legislator tak dapat memainkan perannya, sehingga rakyat langsung mengambil ‘jalan pintas’ dalam bentuk aksi. Aksi juga dilakukan dalam rangka pembentukan opini atau mencari dukungan publik. Dengan demikian isu yang digulirkan harapannya dapat menjadi snowball. Dari isu mahasiswa menjadi isu masyarakat kebanyakan, seperti dalam kasus aksi menuntut mundur Soeharto.
Landasan Hukum Aksi adalah hak bahkan dalam situasi tertentu dapat menjadi kewajiban. Ia dilindungi oleh UU positif. Selain Declaration of Human Right (freedom of speech), hak aksi juga dilindungi oleh UUD 1945 pasal 28 beserta amandemennya. Secara lebih spesifik, aksi ini kemudian diatur dengan adanya UU No. 9/1998 tentang Mekanisme Penyampaian Pendapat di Muka Umum. UU ini mengharuskan panitia aksi harus memberikan pemberitahuan kepada pihak kepolisian setidaknya 3 hari menjelang hari H. Ketentuan lainnya adalah, didalam surat pemberitahuan itu harus ada nama penanggung jawab aksi, waktu pelaksanaan, rute yangh dilewati, isu yang dibawa, jumlah massa, dan bentuk aksi. Selain itu ada juga larangan untuk melakukan aksi pada hari-hari tertntu dan tempat-tempat tertentu. Dalam pandangan aktivis, UU ini pada awal pengesahannya dicurigai sebagai alat untuk mengibiri suara kritis mahasiswa dan rakyat. Dan pada perkembangannya, UU inilah yang digunakan oleh rezim berkuasa via aparat kepolisian untuk mematikan suara oposan, dengan banyak menyeret para aktivis ke penjara.
Kode EtikUntuk menjaga konsistensi gerakan, beberapa elemen gerakan mahasiswa memiliki kode etik aksi. Kode etik ini pula yang menjadi faktor pembeda aksi yang satu dengan aksi yang lainnya.Di KAMMI misalnya, kode etiknya adalah memulai dan menutup aksi dengan doa, tidak membaurkan peserta aksi putra dengan putri, dan tidak mencemooh seseorang dari cacat fisiknya. Faktor pembeda lainnya adalah lirik lagu-lagu perjuangan dan kata-kata pekik teriakan.
MEKANISME LAHIRNYA KEPUTUSAN AKSIKeputusan aksi sebaiknya didiskusikan secara matang analisis SWOT-nya. Organisasi intra kampus mempunyai mekanisme yang berbeda namun hampir sama dengan mahasiswa ekstra. Di ekstra jalur pengambilan keputusan lebih pendek sehingga keputusan aksi dapat lebih cepat dieksekusi. Secara garis besar mekanisme lahirnya keputusan aksi adalah sbb :
1.
Diskusi awal (Tim/Dept. Khusus : bidang Sospol), dteruskan ke :
2.
Diskusi Lanjutan (pelibatan kader, (unsur UKM), menghadirkan pakar, penerbitan Pers Release), lalu
3.
Pembentukan Tim Teknis Aksi
4.
Aksi di lapangan
MERANCANG AKSIDalam merancang aksi, hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah : planning aksi, perangkat aksi, pelaksanaan, dan kegiatan paska-aksi.
Planning AksiDalam tahap perencanaan aksi, hal urgen yang perlu diperhatikan adalah :
1.
Tema / Grand Issue. Pilihlah tema atau isu yang sedang hangat menjadi bahan pembicaraan (up to date) atau relevan atau sesuai dengan kebutuhan organisasi yang bersangkutan. Kemudian fokuskan, agar informasi atau opini yang hendak dibangun tidak bias.
2.
TargetSusun target. Baik target teknis seperti pencapaian jumlah massa dan blow up media, dan target esensi seperti isu tuntutan aksi. Begitu juga target siapa yang pihak yang hendak dituju.
3.
Skenario. Seperti halnya film, aksi butuh skenario, yang menjadi acuan bergeraknya aksi. Skenario ini mencakup rute, tokoh orator, happening art, dan acara lainnya. Sebaiknya skenario disiapkan lebih dari satu. Jika ada sesuatu hal di lapangan tak memungkinkan berjalannya sebuah skenario, dapat diganti dengan skenario lain (plan B).
MassaDalam aksi yang mengandalkan massa, strategi penggalangan massa menjadi penting, demikian juga dengan cara mengendalikan massa jika massa berjumlah besar.
4.
PemberitahuanTergantung pada kebutuhan. Jika kita memutuskan untuk menulis pemberitahuan, maka lakukan sesuai dengan UU No. 9/1998. Begitu juga dengan pemberitahuan kepada media massa (release awal) agar kelak mereka dapat meliput kita.
media interestAksi yang ‘menarik’ akan disukai oleh media. Karena itu perlu diperhatikan sebuah momen yang khusus didesain untuk konsumsi jurnalis foto, selain press release untuk jurnalis berita.
5.
Format Format atau bentuk aksi adalah pilihan dari banyak bentuk aksi. Pilihannya ada dua, format kekerasan atau nirkekerasan. Sebagai ‘penjaga gawang’ gerakan moral, maka seyogyanya aksi mahasiswa bersifat nirkekerasan. Aksi nirkekerasan ini sangat bervariatif sekali. Dimulai dari aksi diam (bisu), orasi, happening art, aksi topeng, mmogok makan, hingga ke blokade, pengepungan, dan boikot.
Perangkat Aksi Perangkat aksi adalah person-person yang terlibat dalam suksesnya sebuah aksi. Mereka diantaranya adalah :
1.
KorlapKoordinator Lapangan adalah pemegang komando ketika aksi sedang berjalan. Peserta aksi harus mentaati setiap arahan dari korlap. Korlap memperoleh masukan informasi dari perangkat lain yang akan digunakannya untuk mengambil keputusan-keputusan penting. Korlap juga yang bertugas menjaga stamina massa agar tidak loyo dan tetap konsentrasi ke aksi. Korlap bukanlah amanah instant. Ia diperoleh dari proses jangka panjang. Korlap adalah orang paling mengerti tentang isu yang sedang diperjuangkan, sehingga wawasan pengetahuannya dapat dikatakan lebih banyak dari yang lainnya. Korlap dapat juga berorasi.
2.
OratorTerkadang diperlukan orator khusus selain korlap, khususnya pada aksi aliansi atau aksi yang melibatkan tokoh. Para orator ini menyampaikan orasi berdasarkan isu yang telah disepakati bersama. Bobot suatu orasi ditentukan oleh susunan kalimat, data up to date, dan kualitas pernyataan sikap. - AgitatorAgitator adalah pembangkit semangat massa dengan pekik teriakan disela-sela orasi korlap dan orator. Ia juga membantu korlap untuk menjaga stamina massa dengan memimpin lagu dan yel-yel.
3.
NegosiatorTerkadang diperlukan person yang khusus bertugas untuk melakukan negosiasi. Negosiasi ini dilakukan kepada aparat polisi atau pihak-pihak yang ingin dituju jika aksi di-setting audiensi.
4.
HumasTim Humas adalah salah satu elemen penting aksi. Tim humas bertanggung jawab dalam menjembatani aksi kepada para jurnalis. Mereka membuat pers release. Bobot Pers Release itu dibuat berdasarkan nilai-nilai jurnalistik. Disebut sukses jika media tidak bias memuat tuntutan atau opini yang hendak digulirkan oleh aksi.
5.
Security/borderTim ini bertugas menjaga keamanan peserta aksi. Mereka juga wajib untuk mengidentifikasi para penyusup atau aparat yang hendak memprovokasi agar aksi berakhir chaos. Tim ini memiliki bahasa tersendiri yang hanya diketahui oleh sedikit orang dari peserta aksi.
6.
DokumenterTim ini memback-up tim humas. Tetapi inti tugasnya adalah mendokumentasi aksi dari awal hingga akhir serta membuat kronologis aksi. Dokumentasi ini dengan kamera, handycam ataupun notes. Data ini akan digunakan sebagai bukti otentik jika aksi mengalami kekerasan dari aparat atau massa lain.
7.
MedikTugas ini memang spesifik bagi mereka yang menguasai ilmu medis. Umumnya adalah mahasiswa kedokteran atau mereka yang pernah terlibat dalam aktivitas kepalangmerahan atau bulan sabit merah. Tim ini memberikan pertolongan pertama kepada peserta aski yang mengalami cidera.- LogistikDalam aksi yang disetting lama dan melelahkan. Tim logistik bertugas untuk menyediakan sarana untuk membugarkan peserta aksi seperti air minum, snack dan sound system. Terkadang, mereka juga membuat dan mendesain kertas tuntutan atau karikatur.
8.
Tim kreatifTim ini memiliki kewenangan untuk mendesain sebuah atraksi seni atau instalasi sesuai amanat hasil musyawarah.
Pelaksanaan dan Pasca Aksi Saat massa telah terkumpul di tempat yang telah ditentukan, maka korlap sebaiknya tidak langsung memberangkatkan peserta aksi sebelum ada taujih (nasehat) dan doa. Selain itu perlu juga adanya pemanasan (warming up) dengan cara melatih yel-yel atau orasi untuk pencerdasan peserta aksi. Warming-up ini bertujuan untuk mensolidasi peserta aksi. Setelah kompak, solid, dan cerdas barulah aksi dimulai.Saat aksi, peserta wajib menghormati komnado korlap dan turut menjaga keamanan aksi hingga aksi usai. Jika aksi disetting serius atau aksi bisu maka peserta harus menjauhkan dari kegiatan senda gurau dan ketidakseriusan. Seusai aksi, maka peserta menutupnya dengan doa. Evaluasi juga dilakukan untuk meningkatkan kualitas aksi berikutnya. Tim humas juga memonitoring media untuk memantau keberhasilan blow-up media dan tingkat ke-bias-an tuntutan.
TIPS DAN TRIKS
1.
Angle fotoFoto dapat berbicara lebih banyak dari kata-kata. Maka desain aksi yang menyediakan angle foto yang baik akan membuat aksi lebih mudah ter-blow up. Misalnya: aksi LSM Pro Fauna yang membuat balon kura-kura raksasa dalam menentang eksploitasi kura-kura sebagai komoditas.
2.
Kalimat posterKalimat poster biasanya juga menjadi incaran fotografer. Pilihlah kalimat yang cerdas namun tetap mencerminkan akhlak seorang mahasiswa. Unik dan kreatif adalah kuncinya. Misal : IMF = International Monster Fund.
3.
UniformKeseragaman pakaian peserta aksi juga dapat menarik perhatian. Pakaian putih-putih, hitam-hitam atau mengenakan pakaian seperti orang utan untuk aksi mendukung keberlangsungan orang utan.
4.
PropagandaPropaganda dibuat untuk mencerdaskan masyarakat di sekitar aksi agar mereka mendukung aksi. Jika aksi dipusat keramaian, maka selebaran propaganda dapat menjadi bacaan yang mengusik perhatian.
5.
Pers releaseSelain data 5W+1H, pers release juga disusun dengan kalimat baik dan sudah sesuai dengan bahasa koran, sehingga redaktur tidak banyak mengedit. Adanya tambahan data dan angka dapat menambah bobot release.
6.
Yel/laguCiptakanlah yel-yel yang khas dan mudah diingat. Lagu bisa diperoleh dengan mengubah lirik dari lagu yang populis. Yel dan Lagu akan memelihara stamina massa.
7.
SymbolizedSimbolisasi perlu dilakukan untuk mencuri perhatian media jika massa aksi tidak terlalu banyak. Misalnya : aksi membawa tikus ke kantor DPRD untuk menyindir anggota dewan yang tak ubahnya seperti tikus-tikus pengerat.
8.
Aliansi taktisUntuk memperkuat posisi tawar, aliansi kadang diperlukan. Aliansi didasarkan pada pertimbangan kesamaan ideologi, atau kesamaan isu , atau kesamaan metode. Jika aliansi ini adalah dari universitas, maka bendera masing-masing universitas wajib untuk ditonjolkan.
9.
Menghadapi wartawan. Jika jurnalis TV mewawancarai peserta aksi, sebaiknya peserta tersebut mengarahkannya kepada tim humas atau korlapnya agar jurnalis itu dpat mewawancarai person yang lebih valid dalam memberikan keterangan. Ketika di wawancara, demonstran yang efektif merancang pesannya supaya bisa disampaikan secara utuh dalam tempo 10 hingga 15 detik. Setelah pesan disampaikan secara singkat, padat, dan utuh - baru kemudian dilakukan elaborasi. Ini menjaga agar pesan utama secara utuh tetap bisa tersiar walaupun mungkin elaborasinya terpotong. Hal ini disebabkan karena spot berita TV sangat singkat, berbeda dengan media cetak yang dapat memuat banyak.
Berhadapan dengan wartawan, jauhilah sikap arogan, tampakkanlah sikap ramah dan bersahabat. Sikap arogan membuat wartawan menjaga jarak, bahkan pada titik puncaknya wadah asosiasi mereka akan memboikot setiap kegiatan aksi kita.
Beberapa pertanyaan dari wartawan yang bisa diantisipasi oleh setiap peserta aksi adalah:- Mengapa anda berada disini?
- Apa yang ingin anda capai?
- Apakah demonstrasi ini sungguh-sungguh merupakan solusi?
- Apa yang bisa dilakukan oleh khalayak untuk masalah yang anda perjuangkan?
So, Selamat Berjuang !Sampai Jumpa di jalanan !
Dengan kekuatan intelektual di atas rata-rata masyarakat awam, mahasiswa memiliki kemudahan untuk mengakses berbagai informasi wacana dan peristiwa dalam lingkup lokal hingga internasional. Begitu juga dengan kemudahan akses literatur ilmiah dan gerakan-gerakan pemikiran, yang pada tujuan akhirnya akan menentukan ideologi atau sistem hidup yang akan dijalaninya. Buku yang ia baca, informasi yang ia terima, tokoh-tokoh yang ia ajak bicara, adalah beberapa faktor utama yang kelak sangat berpengaruh terhadap idealisme hidupnya.Selain kekuatan intelektual yang identik dengan aktivitas ilmiah, mahasiswa juga memiliki kewajiban untuk menguatkan potensi kepekaan sosial politiknya. Disebut kepekaan sosial karena mahasiswa pada dasarnya adalah bagian dari rakyat. Apapun yang terjadi pada rakyat maka mahasiswa akan turut juga merasakannya. Kenaikan BBM, harga bahan pokok, listrik, dan air misalnya akan memberi ekses terhadap aktivitas kuliah. Disebut kepekaan politik, karena gejolak sosial yang terjadi umumnya selalu merupakan hasil side effect dari aktivitas politik, semisal disahkannya suatu UU. UU Ketenagakerjaan misalnya akan mempengaruhi kesejahteraan dan taraf hidup para buruh.Setelah cerdas secara profesi keilmuan dan cerdas sosial politik, maka sebagai gerakan ekstraparlementer mahasiswa memiliki kewajiban moral untuk mengimplementasikan pengetahuannya itu dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat. Atau dengan kata lain menyuarakan kepentingan kebenaran dan rakyat. Berbagai metode dapat dilakukan. Dari bentuk pendampingan, advokasi, public hearing, audiensi dengan pemerintah dan legislatif, hingga demonstrasi (aksi). Demonstrasi adalah cara paling efektif dalam menyuarakan kebenaran, khususnya jika dilaksanakan pada rezim yang antidemokratis dan tiran. Dalam makalah ini, akan dibahas sekelumit tentang manjamen demonstrasi atau aksi, yang selanjutnya akan disebut dengan MoA (Management of Action). Pengetahuan akan MoA ini menjadi penting agar niatan yang benar itu dapat mencapai hasil optimal karena dilakukan dengan cara yang benar pula. MANAJEMEN AKSIPengertianAksi (demontrasi) adalah suatu model pernyataan sikap, penyuaraan pendapat, opini, atau tuntutan yang dilakukan dengan jumlah massa terntentu dan dengan teknik tertentu agar mendapat perhatian dari pihak yang dituju tanpa menggunakan mekanisme konvensional (birokrasi). Demonstrasi juga bertujuan untuk menekan pembuat keputusan untuk melakukan sesuatu.
Latar Belakang dan Tujuan Aksi umumnya dilatarbelakangi oleh matinya jalur penyampaian aspirasi atau buntunya metode dialog.. Dalam trias politika, aspirasi rakyat diwakili oleh anggota legislatif. Namun dalam kondisi pemerintahan yang korup, para legislator tak dapat memainkan perannya, sehingga rakyat langsung mengambil ‘jalan pintas’ dalam bentuk aksi. Aksi juga dilakukan dalam rangka pembentukan opini atau mencari dukungan publik. Dengan demikian isu yang digulirkan harapannya dapat menjadi snowball. Dari isu mahasiswa menjadi isu masyarakat kebanyakan, seperti dalam kasus aksi menuntut mundur Soeharto.
Landasan Hukum Aksi adalah hak bahkan dalam situasi tertentu dapat menjadi kewajiban. Ia dilindungi oleh UU positif. Selain Declaration of Human Right (freedom of speech), hak aksi juga dilindungi oleh UUD 1945 pasal 28 beserta amandemennya. Secara lebih spesifik, aksi ini kemudian diatur dengan adanya UU No. 9/1998 tentang Mekanisme Penyampaian Pendapat di Muka Umum. UU ini mengharuskan panitia aksi harus memberikan pemberitahuan kepada pihak kepolisian setidaknya 3 hari menjelang hari H. Ketentuan lainnya adalah, didalam surat pemberitahuan itu harus ada nama penanggung jawab aksi, waktu pelaksanaan, rute yangh dilewati, isu yang dibawa, jumlah massa, dan bentuk aksi. Selain itu ada juga larangan untuk melakukan aksi pada hari-hari tertntu dan tempat-tempat tertentu. Dalam pandangan aktivis, UU ini pada awal pengesahannya dicurigai sebagai alat untuk mengibiri suara kritis mahasiswa dan rakyat. Dan pada perkembangannya, UU inilah yang digunakan oleh rezim berkuasa via aparat kepolisian untuk mematikan suara oposan, dengan banyak menyeret para aktivis ke penjara.
Kode EtikUntuk menjaga konsistensi gerakan, beberapa elemen gerakan mahasiswa memiliki kode etik aksi. Kode etik ini pula yang menjadi faktor pembeda aksi yang satu dengan aksi yang lainnya.Di KAMMI misalnya, kode etiknya adalah memulai dan menutup aksi dengan doa, tidak membaurkan peserta aksi putra dengan putri, dan tidak mencemooh seseorang dari cacat fisiknya. Faktor pembeda lainnya adalah lirik lagu-lagu perjuangan dan kata-kata pekik teriakan.
MEKANISME LAHIRNYA KEPUTUSAN AKSIKeputusan aksi sebaiknya didiskusikan secara matang analisis SWOT-nya. Organisasi intra kampus mempunyai mekanisme yang berbeda namun hampir sama dengan mahasiswa ekstra. Di ekstra jalur pengambilan keputusan lebih pendek sehingga keputusan aksi dapat lebih cepat dieksekusi. Secara garis besar mekanisme lahirnya keputusan aksi adalah sbb :
1.
Diskusi awal (Tim/Dept. Khusus : bidang Sospol), dteruskan ke :
2.
Diskusi Lanjutan (pelibatan kader, (unsur UKM), menghadirkan pakar, penerbitan Pers Release), lalu
3.
Pembentukan Tim Teknis Aksi
4.
Aksi di lapangan
MERANCANG AKSIDalam merancang aksi, hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah : planning aksi, perangkat aksi, pelaksanaan, dan kegiatan paska-aksi.
Planning AksiDalam tahap perencanaan aksi, hal urgen yang perlu diperhatikan adalah :
1.
Tema / Grand Issue. Pilihlah tema atau isu yang sedang hangat menjadi bahan pembicaraan (up to date) atau relevan atau sesuai dengan kebutuhan organisasi yang bersangkutan. Kemudian fokuskan, agar informasi atau opini yang hendak dibangun tidak bias.
2.
TargetSusun target. Baik target teknis seperti pencapaian jumlah massa dan blow up media, dan target esensi seperti isu tuntutan aksi. Begitu juga target siapa yang pihak yang hendak dituju.
3.
Skenario. Seperti halnya film, aksi butuh skenario, yang menjadi acuan bergeraknya aksi. Skenario ini mencakup rute, tokoh orator, happening art, dan acara lainnya. Sebaiknya skenario disiapkan lebih dari satu. Jika ada sesuatu hal di lapangan tak memungkinkan berjalannya sebuah skenario, dapat diganti dengan skenario lain (plan B).
MassaDalam aksi yang mengandalkan massa, strategi penggalangan massa menjadi penting, demikian juga dengan cara mengendalikan massa jika massa berjumlah besar.
4.
PemberitahuanTergantung pada kebutuhan. Jika kita memutuskan untuk menulis pemberitahuan, maka lakukan sesuai dengan UU No. 9/1998. Begitu juga dengan pemberitahuan kepada media massa (release awal) agar kelak mereka dapat meliput kita.
media interestAksi yang ‘menarik’ akan disukai oleh media. Karena itu perlu diperhatikan sebuah momen yang khusus didesain untuk konsumsi jurnalis foto, selain press release untuk jurnalis berita.
5.
Format Format atau bentuk aksi adalah pilihan dari banyak bentuk aksi. Pilihannya ada dua, format kekerasan atau nirkekerasan. Sebagai ‘penjaga gawang’ gerakan moral, maka seyogyanya aksi mahasiswa bersifat nirkekerasan. Aksi nirkekerasan ini sangat bervariatif sekali. Dimulai dari aksi diam (bisu), orasi, happening art, aksi topeng, mmogok makan, hingga ke blokade, pengepungan, dan boikot.
Perangkat Aksi Perangkat aksi adalah person-person yang terlibat dalam suksesnya sebuah aksi. Mereka diantaranya adalah :
1.
KorlapKoordinator Lapangan adalah pemegang komando ketika aksi sedang berjalan. Peserta aksi harus mentaati setiap arahan dari korlap. Korlap memperoleh masukan informasi dari perangkat lain yang akan digunakannya untuk mengambil keputusan-keputusan penting. Korlap juga yang bertugas menjaga stamina massa agar tidak loyo dan tetap konsentrasi ke aksi. Korlap bukanlah amanah instant. Ia diperoleh dari proses jangka panjang. Korlap adalah orang paling mengerti tentang isu yang sedang diperjuangkan, sehingga wawasan pengetahuannya dapat dikatakan lebih banyak dari yang lainnya. Korlap dapat juga berorasi.
2.
OratorTerkadang diperlukan orator khusus selain korlap, khususnya pada aksi aliansi atau aksi yang melibatkan tokoh. Para orator ini menyampaikan orasi berdasarkan isu yang telah disepakati bersama. Bobot suatu orasi ditentukan oleh susunan kalimat, data up to date, dan kualitas pernyataan sikap. - AgitatorAgitator adalah pembangkit semangat massa dengan pekik teriakan disela-sela orasi korlap dan orator. Ia juga membantu korlap untuk menjaga stamina massa dengan memimpin lagu dan yel-yel.
3.
NegosiatorTerkadang diperlukan person yang khusus bertugas untuk melakukan negosiasi. Negosiasi ini dilakukan kepada aparat polisi atau pihak-pihak yang ingin dituju jika aksi di-setting audiensi.
4.
HumasTim Humas adalah salah satu elemen penting aksi. Tim humas bertanggung jawab dalam menjembatani aksi kepada para jurnalis. Mereka membuat pers release. Bobot Pers Release itu dibuat berdasarkan nilai-nilai jurnalistik. Disebut sukses jika media tidak bias memuat tuntutan atau opini yang hendak digulirkan oleh aksi.
5.
Security/borderTim ini bertugas menjaga keamanan peserta aksi. Mereka juga wajib untuk mengidentifikasi para penyusup atau aparat yang hendak memprovokasi agar aksi berakhir chaos. Tim ini memiliki bahasa tersendiri yang hanya diketahui oleh sedikit orang dari peserta aksi.
6.
DokumenterTim ini memback-up tim humas. Tetapi inti tugasnya adalah mendokumentasi aksi dari awal hingga akhir serta membuat kronologis aksi. Dokumentasi ini dengan kamera, handycam ataupun notes. Data ini akan digunakan sebagai bukti otentik jika aksi mengalami kekerasan dari aparat atau massa lain.
7.
MedikTugas ini memang spesifik bagi mereka yang menguasai ilmu medis. Umumnya adalah mahasiswa kedokteran atau mereka yang pernah terlibat dalam aktivitas kepalangmerahan atau bulan sabit merah. Tim ini memberikan pertolongan pertama kepada peserta aski yang mengalami cidera.- LogistikDalam aksi yang disetting lama dan melelahkan. Tim logistik bertugas untuk menyediakan sarana untuk membugarkan peserta aksi seperti air minum, snack dan sound system. Terkadang, mereka juga membuat dan mendesain kertas tuntutan atau karikatur.
8.
Tim kreatifTim ini memiliki kewenangan untuk mendesain sebuah atraksi seni atau instalasi sesuai amanat hasil musyawarah.
Pelaksanaan dan Pasca Aksi Saat massa telah terkumpul di tempat yang telah ditentukan, maka korlap sebaiknya tidak langsung memberangkatkan peserta aksi sebelum ada taujih (nasehat) dan doa. Selain itu perlu juga adanya pemanasan (warming up) dengan cara melatih yel-yel atau orasi untuk pencerdasan peserta aksi. Warming-up ini bertujuan untuk mensolidasi peserta aksi. Setelah kompak, solid, dan cerdas barulah aksi dimulai.Saat aksi, peserta wajib menghormati komnado korlap dan turut menjaga keamanan aksi hingga aksi usai. Jika aksi disetting serius atau aksi bisu maka peserta harus menjauhkan dari kegiatan senda gurau dan ketidakseriusan. Seusai aksi, maka peserta menutupnya dengan doa. Evaluasi juga dilakukan untuk meningkatkan kualitas aksi berikutnya. Tim humas juga memonitoring media untuk memantau keberhasilan blow-up media dan tingkat ke-bias-an tuntutan.
TIPS DAN TRIKS
1.
Angle fotoFoto dapat berbicara lebih banyak dari kata-kata. Maka desain aksi yang menyediakan angle foto yang baik akan membuat aksi lebih mudah ter-blow up. Misalnya: aksi LSM Pro Fauna yang membuat balon kura-kura raksasa dalam menentang eksploitasi kura-kura sebagai komoditas.
2.
Kalimat posterKalimat poster biasanya juga menjadi incaran fotografer. Pilihlah kalimat yang cerdas namun tetap mencerminkan akhlak seorang mahasiswa. Unik dan kreatif adalah kuncinya. Misal : IMF = International Monster Fund.
3.
UniformKeseragaman pakaian peserta aksi juga dapat menarik perhatian. Pakaian putih-putih, hitam-hitam atau mengenakan pakaian seperti orang utan untuk aksi mendukung keberlangsungan orang utan.
4.
PropagandaPropaganda dibuat untuk mencerdaskan masyarakat di sekitar aksi agar mereka mendukung aksi. Jika aksi dipusat keramaian, maka selebaran propaganda dapat menjadi bacaan yang mengusik perhatian.
5.
Pers releaseSelain data 5W+1H, pers release juga disusun dengan kalimat baik dan sudah sesuai dengan bahasa koran, sehingga redaktur tidak banyak mengedit. Adanya tambahan data dan angka dapat menambah bobot release.
6.
Yel/laguCiptakanlah yel-yel yang khas dan mudah diingat. Lagu bisa diperoleh dengan mengubah lirik dari lagu yang populis. Yel dan Lagu akan memelihara stamina massa.
7.
SymbolizedSimbolisasi perlu dilakukan untuk mencuri perhatian media jika massa aksi tidak terlalu banyak. Misalnya : aksi membawa tikus ke kantor DPRD untuk menyindir anggota dewan yang tak ubahnya seperti tikus-tikus pengerat.
8.
Aliansi taktisUntuk memperkuat posisi tawar, aliansi kadang diperlukan. Aliansi didasarkan pada pertimbangan kesamaan ideologi, atau kesamaan isu , atau kesamaan metode. Jika aliansi ini adalah dari universitas, maka bendera masing-masing universitas wajib untuk ditonjolkan.
9.
Menghadapi wartawan. Jika jurnalis TV mewawancarai peserta aksi, sebaiknya peserta tersebut mengarahkannya kepada tim humas atau korlapnya agar jurnalis itu dpat mewawancarai person yang lebih valid dalam memberikan keterangan. Ketika di wawancara, demonstran yang efektif merancang pesannya supaya bisa disampaikan secara utuh dalam tempo 10 hingga 15 detik. Setelah pesan disampaikan secara singkat, padat, dan utuh - baru kemudian dilakukan elaborasi. Ini menjaga agar pesan utama secara utuh tetap bisa tersiar walaupun mungkin elaborasinya terpotong. Hal ini disebabkan karena spot berita TV sangat singkat, berbeda dengan media cetak yang dapat memuat banyak.
Berhadapan dengan wartawan, jauhilah sikap arogan, tampakkanlah sikap ramah dan bersahabat. Sikap arogan membuat wartawan menjaga jarak, bahkan pada titik puncaknya wadah asosiasi mereka akan memboikot setiap kegiatan aksi kita.
Beberapa pertanyaan dari wartawan yang bisa diantisipasi oleh setiap peserta aksi adalah:- Mengapa anda berada disini?
- Apa yang ingin anda capai?
- Apakah demonstrasi ini sungguh-sungguh merupakan solusi?
- Apa yang bisa dilakukan oleh khalayak untuk masalah yang anda perjuangkan?
So, Selamat Berjuang !Sampai Jumpa di jalanan !
Sejarah pergerakan mahasiswa
Mahasiswa adalah komponen yang tidak bisa dilepaskan bagitu saja dari pergulatan sejarah bangsa dan Negara ini. Mulai dari kebangkitannya sampai perjuangan kemerdekaan yang mencapai titik klimak pada munculnya Orde Baru 1965. Bahkan gejolak perlawanan mahasiswa untuk menuntut perubahan baik dalam tatanan sosial, politik dan ekonomi menjadi lebih baik masih terasa hingga saat ini.
Kondisi utama yang menggerakkan hati nurani para mahasiswa dan intelektual untuk mengorganisir dirinya adalah keadaan rakyat yang terjajah dan upaya perlawanan terhadap penguasa kolonial serta upaya mewujudkan Negara yang memiliki kedaulatan utuh alias merdeka. Sampai di penghujung kemerdekaan 1945, mahasiswa dan kaum terpelajar tidak pernah berhenti berjuang hingga memasuki dikade berakhirnya Orde Lama dan memasuki pemerintahan Orde Baru.
Tahun 1950-1965 atmosfir politik Indonesia (Orla) menjalani dua bentuk pemerintahan, Parlementer dan Demokrasi Terpimpin. Sistem ini merupakan upaya untuk menjebatani kulminasi kebutuhan akan suatu Negara yang kuat dengan arus menaikkan politisasi dan aspirasi masyarakat. Tetapi, pada kenyataanya sistem ini menimbulkan dualisme yang kontradiktif. Yakni, pemakaian mobilisasi massa revolusioner disatu pihak dengan pengendalian tunggal lembaga-lembaga Negara dan menghimpun kekuatan politik kedalam sistem NASAKOM dilain pihak.
Akibat dualisme ini, mahasiswa sebagai salah satu unsur masyarakat mengalami politisasi. Kampus dan organisasi massa ekstra Universitas yang umumnya merupakan “bawahan’ dari partai politik menjadi sangat dominan dalam kegiatan mahasiswa. Organisasi intra kampus semuanya hampir tidak dikenal.
1965: Kemenangan Mahasiswa Atau Keharusan Sejarah
Latar belakang revolusioner dan pemusatan kekuasaan politik ke tangan Sukarno di masa demokrasi Terpimpin, telah mematikan sistem oligarki partai. PKI dan Angkatan Darat tampil dominan dalam memperebutkan pengaruh pemerintah, termasuk juga dalam organisasi mahasiswa. Melalui koalisi segitiga yang goyah dan sulit, Soekarno berusaha menyeimbangkan Negara dan masyarakat dalam suatu bentuk pemerintahan yang populis dan otoriter. Dan diantara kedua kekuatan politik yang bertentangan itu, ia berusaha di tengah-tengah sebagai penyeimbang. Di dalam pertarungan ini, organisasi mahasiswa dan pemimpin-pemimpinnya mempunyai peranan besar dalam menggalang dukungan massa bagi kebijakan politik Soekarno.
Pada tingkat itu, oleh kekuatan politik tertentu gerakan mahasiswa diupayakan untuk menjadi aktor utama dipanggung politik nasional sebagai satu kesatuan yang bebas dari pengaruh partai politik. Disinilah diharapkan mahasiswa terwakili di dalam politik nasional atas namanya sendiri. Pada dasarnya, keberadaan mahasiswa dan intelektual dalam percaturan politik, memang bukanlah hal yang baru dalam dinamika sejarah bangsa Indonesia. Sejak berdirinya Budi Utomo, SI, Indische Party, PKI, Sarekat Rakyat dan PNI, mereka sudah terlibat aktif dalam politik melawan Negara kolonial. Oleh karena itu, politik mahasiswa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pertarungan partai-partai yang ada.
Namun demikian, peran mahasiwa dalam percaturan politik semakin kelihatan ketika terjadi krisis kepemimpinan akibat pemberontakan dan kudeta yang dilancarkan oleh PKI. Di mana puncak kudeta itu terjadi pada kamis malam tanggal 30 September 1965 di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung, Komdan Batalyon 1 Resimen Cakrabirawa yang dengan keji membunuh enam perwira tinggi Negara. Peristiwa ini yang dalam pandangan umum sering disebut sebagai peristiwa G30S/PKI.
Para mahasiwa, pemuda, pelajar, partai-partai politik maupun organisasi massa begerak menuntut pembubaran PKI. Di Jakarta, rakyat pembela Pancasila membentuk Komando Aksi Pengganyangan G30S/PKI, yang diikuti dengan pembentukan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada 25 Oktober 1965, juga Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) pada 23 Desember 1965. Mereka memulai aksinya yang pertama pada tanggal 8 November 1965 di dalam Rapat Umum Pemuda Pelajar di Jakarta.
Aksi ini berlanjut pada 6 Januari 1966 yang dilakukan oleh KAMI dengan tuntutan agar kenaikan barang ditinjau kembali. Namun, tuntutan itu tidak mendapatkan respon dari pemerintah. Pada akhirnya meledaklah demostrasi pada tanggal 10 Januari 1966, yang melanda hampir seluruh jalanan ibu kota selama kurang lebih 60 hari. Mereka menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura), yaitu, pembubaran PKI, retool kabinet dwikora dan turunkan harga atau perbaikan ekonomi.
Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/history/2155693-refleksi-pergerakan-mahasiswa-indonesia-dalam/#ixzz1bnvcKtPt
Kondisi utama yang menggerakkan hati nurani para mahasiswa dan intelektual untuk mengorganisir dirinya adalah keadaan rakyat yang terjajah dan upaya perlawanan terhadap penguasa kolonial serta upaya mewujudkan Negara yang memiliki kedaulatan utuh alias merdeka. Sampai di penghujung kemerdekaan 1945, mahasiswa dan kaum terpelajar tidak pernah berhenti berjuang hingga memasuki dikade berakhirnya Orde Lama dan memasuki pemerintahan Orde Baru.
Tahun 1950-1965 atmosfir politik Indonesia (Orla) menjalani dua bentuk pemerintahan, Parlementer dan Demokrasi Terpimpin. Sistem ini merupakan upaya untuk menjebatani kulminasi kebutuhan akan suatu Negara yang kuat dengan arus menaikkan politisasi dan aspirasi masyarakat. Tetapi, pada kenyataanya sistem ini menimbulkan dualisme yang kontradiktif. Yakni, pemakaian mobilisasi massa revolusioner disatu pihak dengan pengendalian tunggal lembaga-lembaga Negara dan menghimpun kekuatan politik kedalam sistem NASAKOM dilain pihak.
Akibat dualisme ini, mahasiswa sebagai salah satu unsur masyarakat mengalami politisasi. Kampus dan organisasi massa ekstra Universitas yang umumnya merupakan “bawahan’ dari partai politik menjadi sangat dominan dalam kegiatan mahasiswa. Organisasi intra kampus semuanya hampir tidak dikenal.
1965: Kemenangan Mahasiswa Atau Keharusan Sejarah
Latar belakang revolusioner dan pemusatan kekuasaan politik ke tangan Sukarno di masa demokrasi Terpimpin, telah mematikan sistem oligarki partai. PKI dan Angkatan Darat tampil dominan dalam memperebutkan pengaruh pemerintah, termasuk juga dalam organisasi mahasiswa. Melalui koalisi segitiga yang goyah dan sulit, Soekarno berusaha menyeimbangkan Negara dan masyarakat dalam suatu bentuk pemerintahan yang populis dan otoriter. Dan diantara kedua kekuatan politik yang bertentangan itu, ia berusaha di tengah-tengah sebagai penyeimbang. Di dalam pertarungan ini, organisasi mahasiswa dan pemimpin-pemimpinnya mempunyai peranan besar dalam menggalang dukungan massa bagi kebijakan politik Soekarno.
Pada tingkat itu, oleh kekuatan politik tertentu gerakan mahasiswa diupayakan untuk menjadi aktor utama dipanggung politik nasional sebagai satu kesatuan yang bebas dari pengaruh partai politik. Disinilah diharapkan mahasiswa terwakili di dalam politik nasional atas namanya sendiri. Pada dasarnya, keberadaan mahasiswa dan intelektual dalam percaturan politik, memang bukanlah hal yang baru dalam dinamika sejarah bangsa Indonesia. Sejak berdirinya Budi Utomo, SI, Indische Party, PKI, Sarekat Rakyat dan PNI, mereka sudah terlibat aktif dalam politik melawan Negara kolonial. Oleh karena itu, politik mahasiswa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pertarungan partai-partai yang ada.
Namun demikian, peran mahasiwa dalam percaturan politik semakin kelihatan ketika terjadi krisis kepemimpinan akibat pemberontakan dan kudeta yang dilancarkan oleh PKI. Di mana puncak kudeta itu terjadi pada kamis malam tanggal 30 September 1965 di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung, Komdan Batalyon 1 Resimen Cakrabirawa yang dengan keji membunuh enam perwira tinggi Negara. Peristiwa ini yang dalam pandangan umum sering disebut sebagai peristiwa G30S/PKI.
Para mahasiwa, pemuda, pelajar, partai-partai politik maupun organisasi massa begerak menuntut pembubaran PKI. Di Jakarta, rakyat pembela Pancasila membentuk Komando Aksi Pengganyangan G30S/PKI, yang diikuti dengan pembentukan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada 25 Oktober 1965, juga Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) pada 23 Desember 1965. Mereka memulai aksinya yang pertama pada tanggal 8 November 1965 di dalam Rapat Umum Pemuda Pelajar di Jakarta.
Aksi ini berlanjut pada 6 Januari 1966 yang dilakukan oleh KAMI dengan tuntutan agar kenaikan barang ditinjau kembali. Namun, tuntutan itu tidak mendapatkan respon dari pemerintah. Pada akhirnya meledaklah demostrasi pada tanggal 10 Januari 1966, yang melanda hampir seluruh jalanan ibu kota selama kurang lebih 60 hari. Mereka menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura), yaitu, pembubaran PKI, retool kabinet dwikora dan turunkan harga atau perbaikan ekonomi.
Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/history/2155693-refleksi-pergerakan-mahasiswa-indonesia-dalam/#ixzz1bnvcKtPt
Langganan:
Komentar (Atom)